Apa Itu Bear Market?
| Apa Itu Bear Market? |
Secara sederhana, Bear Market menggambarkan kondisi pasar saat harga aset, seperti saham, turun lebih dari 20% dari puncak tertingginya, dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Penurunan ini tidak hanya terjadi pada satu atau dua saham, melainkan pada keseluruhan indeks pasar, misalnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Situasi ini mencerminkan pesimisme investor
terhadap kondisi ekonomi. Banyak pelaku pasar memilih menjual sahamnya karena
khawatir harga akan terus turun. Akibatnya, efek domino terjadi dan tekanan
penjualan semakin kuat.
Penyebab Pasar Beruang
Ada beberapa faktor utama yang sering memicu
terjadinya Bear Market , di antaranya:
1.
Kondisi Ekonomi
Global
Resiko, inflasi tinggi, atau perlambatan ekonomi global dapat mendorong
terjadinya koreksi tajam di pasar modal.
2.
Krisis Keuangan
Contohnya krisis moneter Asia tahun 1998 yang menyebabkan IHSG turun drastis
dan menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan investor.
3.
Kebijakan Moneter
dan Suku Bunga
Kenaikan suku bunga referensi sering membuat investor lebih memilih instrumen
aman seperti obligasi, sehingga saham dijual besar-besaran.
4.
Sentimen
Geopolitik
Ketidakpastian akibat konflik internasional, perang dagang, hingga pandemi
seperti COVID-19, bisa memicu terjadinya bearish
market .
Sejarah Pasar Beruang di Indonesia
Untuk memahami dampak nyata Bear Market , mari lihat beberapa contoh
yang pernah terjadi di Indonesia:
·
Krisis
Moneter 1998
IHSG jatuh lebih dari 50% akibat pelemahan rupiah dan krisis kepercayaan.
Banyak perusahaan publik terkena dampaknya, dan memerlukan waktu bertahun-tahun
hingga pasar pulih.
·
Krisis
Global 2008
IHSG turun lebih dari 60% dalam setahun karena efek krisis subprime mortgage di
Amerika Serikat. Investor asing menarik modal besar-besaran, membuat likuiditas
pasar kering.
·
Pandemi
COVID-19 (2020)
IHSG merosot hingga 33% hanya dalam hitungan bulan. Namun, bagi investor yang
sabar, ini menjadi peluang karena saham-saham emiten besar seperti BBCA, BBRI, dan TLKM bisa dibeli dengan
harga jauh lebih rendah sebelum akhirnya rebound.
Dampak Bear Market bagi Investor
Bear Market
membawa dampak signifikan, baik negatif maupun positif:
·
Dampak
Negatif
Nilai portofolio turun drastis, menurunkan kepercayaan diri investor pemula.
Banyak yang panik dan menjual asetnya di harga murah.
·
Dampak
Positif
Investor yang disiplin melihat peluang untuk membeli saham berkualitas pada
harga diskon. Strategi jangka panjang seperti value investing semakin relevan di masa ini.
Strategi Investasi di Bear Market Tengah
Menghadapi Bear
Market bukan hanya soal bertahan, tetapi juga bagaimana mengelola strategi
agar tetap bisa memanfaatkan peluang. Beberapa langkah yang bisa dilakukan
antara lain:
1.
Dollar-Cost
Averaging (DCA)
Membeli saham secara rutin dengan jumlah tetap, tanpa mempedulikan naik
turunnya harga. Strategi ini membuat investor bisa mendapatkan harga rata-rata
lebih rendah saat pasar turun.
2.
Fokus pada Saham
Bluechip
Emiten besar dengan fundamental yang
kuat seperti BBCA, BBRI, atau UNVR biasanya lebih cepat pulih dibandingkan
saham-saham kecil.
3.
Diversifikasi
Portofolio
Jangan hanya menaruh modal pada saham. Investor dapat mengalokasikan sebagian
ke reksa dana pasar uang, obligasi, atau emas untuk menyeimbangkan risiko.
4.
Hindari Keputusan
Emosional
Salah satu kesalahan terbesar saat Bear Market
adalah menjual semua aset karena panik. Investor bijak memahami bahwa pasar
bergerak dalam siklus, dan bearish
selalu diikuti oleh bullish .
Studi Kasus: Investor yang Sukses
Memanfaatkan Bear Market
Seorang investor ritel di Indonesia yang
menerapkan strategi DCA saat pandemi 2020 berhasil mengakumulasi saham BBRI
pada harga Rp2.500–Rp3.000 per lembar. Kini, saham tersebut sudah kembali naik
ke atas Rp5.000, memberikan potensi keuntungan lebih dari 70% hanya dalam
beberapa tahun.
Studi kasus ini menunjukkan bahwa dengan
disiplin dan kesabaran, Bear Market
tidak selalu menjadi ancaman, melainkan peluang emas untuk memperkuat
portofolio.
Pentingnya Pengetahuan dan Pendidikan
Investasi tanpa pemahaman hanya akan
memperbesar risiko kerugian, apalagi saat menghadapi kondisi pasar yang
menurun. Oleh karena itu, investor pemula disarankan untuk:
·
Mempelajari indikator keuangan penting seperti
EPS, ROE, dan PBV.
·
siaran resmi dari OJK dan Bursa Efek Indonesia.
·
Membaca analisis mendalam seputar strategi
investasi dari sumber terpercaya.
Dengan edukasi yang memadai, investor dapat
menilai apakah suatu saham layak dikoleksi saat Bear Market atau sebaiknya dihindari.